Rabu, 09 Maret 2011

Hari Jum’at dan Keistimewaan Salat Jum’at

Dari Aus Radhiallahu 'anhu, dia berkata, Rasulullah saw, bersabda: "Sebaik-baik hari kalian adalah hari Jumat: pada hari itu Adam diciptakan, pada hari itu beliau diwafatkan, pada hari itu sangkakala ditiup, pada hari itu manusia bangkit dari kubur, maka perbanyaklah shalawat kepadaku pada hari itu, karena shalawat kalian akan diperlihatkan kepadaku," Para shahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, bagaimana diperlihatkan kepada engkau sedangkan tubuh engkau sudah hancur (sudah menyatu dengan tanah ketika sudah wafat). Beliau menjawab: "Sesungguhnya Allah SWT mengharamkan kepada bumi untuk memakan (menghancurkan) jasad para Nabi." [HR, "al-Khamsah]

Hari Jum’at adalah sayyidul ayyam. Artinya Jum’at mempunyai keistemewaan dibandingkan hari lain. Jika nama-nama hari yang lain menunjukkan urutan angka (Ahad artinya hari pertama, itsnain atau Senin adalah hari kedua, tsulatsa atau Selasa adalah hari ketiga, arbi’a atau Rabu adalah hari keempat dan khamis atau Kamis adalah hari kelima), maka Jum’at adalah jumlah dari kesemuanya.

Menurut sebagian riwayat, kata Jum’at diambil dari kata jama’a yang artinya berkumpul. Yaitu hari perjumpaan atau hari bertemunya Nabi Adam dan Siti Hawa di Jabal Rahmah. Kata Jum’at juga bisa diartikan sebagai waktu berkumpulnya umat muslim untuk melaksanakan kebaikan –salat Jum’at-.

Salah satu bukti keistimewaan hari Jum’at adalah disyariatkannya salat Jum’at. Yaitu Salat Dhuhur berjamaah pada hari Jum’at. -Jum’atan-. Bahkan mandinya hari Jum’at pun mengandung unsur ibadah, karena hukumnya sunnah.

Dalam Al-Hawi Kabir karya al-Mawardi, Imam Syafi’i menjelaskan sunnahnya mandi pada hari Jum’at. Meskipun salat Jum’at dilaksanakan pada waktu salat Dhuhur, namun mandi Jum’at boleh dilakukan semenjak dini hari, setelah terbit fajar. Salah satu hadits menerangkan bahwa siapa yang mandi pada hari Jum’at dan mendengarkan khutbah Jum’at, maka Allah akan mengampuni dosa di antara dua Jum’at.

Karena itu, baiknya kita selalu menyertakan niat setiap mandi di pagi hari Jum’at. Karena hal itu akan memberikan nilai ibadah pada mandi kita. Inilah yang membedakan mandi di pagi hari Jum’at dengan mandi-mandi yang lain.

Salat Jum’at -Jum’atan- bisa dianggap sebagai muktamar mingguan –mu’tamar usbu’iy- yang mempunyai nilai kemasyarakatan sangat tinggi. Karena pada hari Jum’at inilah umat muslim dalam satu daerah tertentu dipertemukan. Mereka dapat saling berjumpa, bersilaturrahim, bertegur sapa, saling menjalin keakraban. Dalam kehidupan desa Jum’atan dapat dijadikan sebagai wahana anjangsana. Mereka yang mukim di daerah barat bisa bertemu dengan kelompok timur dan sebagainya.

Begitu pula dalam lingkup perkotaan, Jum’atan ternyata mampu menjalin kebersamaan antar karyawan. Mereka yang setiap harinya sibuk bekerja di lantai enam, bisa bertemu sesama karyawan yang hari-harinya bekerja di lantai tiga dan seterusnya.
Kebersamaan dan silaturrahim ini tentunya sulit terjadi jikalau Jum’atan boleh dilakukan seorang diri seperti pendapat Ibnu Hazm, atau cukup dengan dua orang saja seperti qaul-nya Imam Nakho’i, atau pendapat Imam Hanafi yang memperbolehkan Jum’atan dengan tiga orang saja berikut Imamnya. Sebab itu menurut Imam Syafi’i Jum’atan bisa dianggap sah jika diikuti oleh empat puluh orang lelaki. Dengan kata lain, penentuan empat puluh lelaki sebagai syarat sah salat Jum’at oleh Imam Syafi’i memiliki faedah yang luar bisa.

Hal ini membuktikan betapa epistemogi Aswaja -ahlussunnah wal jama’ah- yang dipraktikkan oleh Imam Syafi’i selalu mendahulukan kepentingan bersama. Kebersamaan dan persatuan umat dalam pola pikir Aswaja -ahlussunnah wal jama’ah- adalah hal yang sangat penting. Tidak hanya dalam ranah aqidah dan politik saja, tetapi juga dalam konteks ibadah. (nu_online)


Etika Menyambut Hari Jumat
1. Mandi Jum’at

Mandi pada hari Jumat wajib hukumnya bagi setiap muslim yang baligh berdasarkan hadits Abu Sa’id Al Khudri, di mana Rasulullah bersabda, yang artinya, “Mandi pada hari Jumat adalah wajib bagi setiap orang yang baligh.” (HR. Bukhori dan Muslim). Mandi Jumat ini diwajibkan bagi setiap muslim pria yang telah baligh, tetapi tidak wajib bagi anak-anak, wanita, orang sakit, dan musafir. Sedangkan waktunya adalah sebelum berangkat salat Jumat. Adapun tata cara mandi Jumat ini seperti halnya mandi jenabat biasa. Rasulullah bersabda yang artinya, “Barangsiapa mandi Jumat seperti mandi jenabat.” (HR. Bukhari dan Muslim).

2. Berpakaian Bersih dan Memakai Wangi-Wangian
Rasulullah berkata, "Siapa yang mandi pada hari Jumat, bersuci sesuai kemampuan, merapikan rambutnya, mengoleskan parfum, lalu berangkat ke masjid, dan masuk masjid tanpa melangkahi di antara dua orang untuk dilewatinya, kemudian salat sesuai tuntunan dan diam tatkala imam berkhutbah, niscaya diampuni dosa-dosanya di antara dua Jum'at." [HR. Bukhari]

3. Menghentikan Aktivitas Jual-Beli dan Menyegerakan ke Masjid
Anas bin Malik berkata, “Kami berpagi-pagi menuju salat Jumat dan tidur siang setelah salat Jumat.” (HR. Bukhari). Al Hafidz Ibnu Hajar berkata, “Makna hadits ini yaitu para sahabat memulai salat Jumat pada awal waktu sebelum mereka tidur siang, berbeda dengan kebiasaan mereka pada salat Dhuhur ketika panas, sesungguhnya para sahabat tidur terlebih dahulu, kemudian salat ketika matahari telah rendah panasnya.” (Lihat Fathul Bari II/388)

4. Salat Sunnah Sebelum dan Sesudah Salat Jumat
Abu Hurairah RA menuturkan bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, “Barangsiapa mandi kemudian datang untuk salat Jumat, lalu ia salat semampunya dan dia diam mendengarkan khotbah hingga selesai, kemudian salat bersama imam maka akan diampuni dosanya mulai Jumat ini sampai Jumat berikutnya ditambah tiga hari.” [HR. Muslim]

5. Membaca Surat Al Kahfi
Nabi bersabda yang artinya, “Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jumat maka Allah akan meneranginya di antara dua Jumat.”

6. Memperbanyak Shalawat.
Dari Anas ra, Rasulullah bersabda: "Perbanyaklah shalawat pada hari Jumat dan malam Jumat." [HR. Baihaqi]. (*/udi)


Empat Pertanyaan di Akhirat
Setiap umat muslim tentunya mengimani rukun Iman yang kelima, yaitu percaya adanya hari Akhir atau Hari Kiamat, dimana semua alam semesta beserta isinya akan hancur dan semua yang bernama makhluk hidup akan binasa, kemudian manusia yang berada di alam kubur akan dibangkitkan kembali guna mempertanggung jawabkan apa yang dilakukan selama hidup di dunia.

Pada hari itu, tidak berguna harta, anak, tidak bermanfaat apa yang dibanggakan selama di dunia ini. Pada hari itu hanya ada penguasa tunggal, yaitu Allah SWT yang telah memberikan berbagai macam nikmat kepada manusia, kemudian Dia menyuruh menggunakan nikmat tersebut sebaik-baiknya dalam rangka mengabdi kepada-Nya.
Kita tidak tahu umur kita sampai mencapai digit berapa dan juga kita tidak tahu kapan kita akan dipanggil oleh-Nya. Beruntunglah bagi manusia yang sudah mempersiapkan semua hal ini dengan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala apa-apa yang menjadi larangan-Nya di dunia. Ketika manusia sudah sampai di padang mashyar kelak akan membentuk 12 barisan oleh Rasulullah SAW dengan berbagai bentuk dan rupa sesuai amal perbuatan yang dilakukannya.

Suatu ketika, Muaz bin Jabal r. a menghadap Rasullullah s. a. w dan bertanya:
“Wahai Rasullullah, tolong uraikan kepadaku mengenai firman Allah SWT:
“Pada saat sangkakala ditiup, maka kamu sekalian datang berbaris-baris” -(Surah an-Naba’:18)

Mendengar pertanyaan itu, baginda menangis hingga basah pakaiannya. Lalu Baginda menjawab: ”Wahai Muaz, engkau telah bertanyakan kepada aku, perkara yang amat besar, bahwa umatku akan digiring, dikumpulkan berbaris-baris menjadi 12 barisan, masing-masing dengan pembawaan mereka sendiri. Dan satu persatu kita akan menjawab 4 (empat) pertanyaan sebagai pertanggung jawaban selama hidup didunia”
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda:”Tidaklah bergeser kedua kaki seorang hamba (menuju batas shiratul mustaqim) sehingga ia ditanya tentang umurnya, untuk apa ia habiskan, ilmunya untuk apa ia amalkan, hartanya darimana ia peroleh dan kemana ia habiskan, dan badannya untuk apa ia gunakan.” (HR Tirmidzi dan Ad-Darimi).

1. Umur
Umur adalah sesuatu yang tidak pernah lepas dari manusia. Bila kita berbincang-bincang tentang umur, maka berarti kita berbicara tentang waktu. Allah dalam Al-Qur’an telah bersumpah dengan waktu: ”Demi masa”, maksudnya agar manusia lebih memperhatikan waktu. Waktu yang diberikan Allah adalah 24 jam dalam sehari-semalam. Untuk apa kita gunakan waktu itu? Apakah waktu itu untuk beribadah atau untuk yang lain, yang sia-sia?

2. Ilmu
Ilmu yang sudah dipelajari oleh umat Islam harus digunakan untuk kepentingan Islam. Ilmu yang sudah dituntut dan dipelajari wajib diamalkan menurut syariat Islam. Ilmu tidak akan berarti apa-apa dalam hidup dan kehidupan manusia kecuali bila manusia mengamalkannya.
Rasulullah sa w bersabda:”Beramallah kamu (dengan ilmu yang ada) karena tiap-tiap orang dimudahkan menurut apa-apa yang Allah ciptakan atasnya.” (HR Muslim).

3. Harta
Setiap Muslim harus hati-hati dalam mencari mata pencaharian hidupnya karena banyak manusia yang terdesak masalah ekonomi lalu ia hingga tidak perduli lagi dari mana harta itu ia peroleh. Ada yang memperoleh harta dari usaha-usaha yang batil, misalnya hutang tidak dibayar, korupsi, riba, merampok, berjudi dan lain sebagainya.
Orang yang mencari usaha dari yang haram akan mendapat siksa dari Allah, seperti disabdakan oleh Rasulullah saw: ”Barangsiapa yang dagingnya tumbuh dari barang yang haram, maka Neraka itu lebih patut baginya (sebagai tempat).” (HR Al-Hakim).

4. Badan
Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna yang diciptakan Allah di muka bumi ini. Dengan kesempurnaan susunan tubuh serta akal fikiran yang diberikan Allah, manusia dijadikan sebagai khalifah di bumi, manusia dibebani taklif agar dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. Jasmani manusia ini dituntut bekerja untuk melaksanakan fungsi khilafah dalam rangka mengabdi kepada Allah. Letihnya manusia dalam melaksanakan ibadah kepada Allah akan diganjar dengan pahala.

Tetapi bila letihnya dalam rangka bermain-main, mengerjakan maksiat, perbuatan sia-sia, beribadah dengan yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah saw, maka sia-sia letihnya itu, bahkan ada yang akan diganjar dengan api Neraka, karena mereka termasuk orang-orang yang celaka, sebagaimana sabda Rasulullah saw: ”Tiap-tiap amal (pekerjaan) ada masa-masa semangat dan tiap-tiap masa semangat ada masa lelahnya, maka barangsiapa lelah letihnya karena melaksanakan sunnahku, maka ia telah mendapatkan petunjuk, dan barangsiapa yang letihnya bukan karena melaksanakan sunnahku, maka dia termasuk orang yang binasa.” (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi). (mhd/udi)


KAJIAN FIKIH
Waktu-waktu Haram untuk Salat

TANYA: Kapan dan jam-jam berapa yang termasuk waktu-waktu haram untuk kita melakukan salat?

JAWAB: Waktu yang diharamkan untuk salat ada lima: (1) sesudah Salat Fajar (Subuh) hingga terbit matahari; (2) dari terbit matahari hingga naik setinggi tombak, yaitu kira-kira 10 atau lima belas menit sesudahnya; (3) waktu matahari tepat berada di puncak (tengah hari) hingga bergeser ke arah barat; (4) sesudah Salat Ashar hingga terbenam matahari; (5) ketika matahari terbenam hingga menghilang di ufuk dan masuk waktu Maghrib.

Kelima waktu tersebut kemudian terbagi dua: ada yang larangannya ringan (sesudah Subuh dan sesudah Ashar) sementara sisanya sangat dilarang. Bahkan sebagian ulama menegaskan bahwa waktu sesudah Subuh dan sesudah Ashar tidaklah diharamkan; tetapi di makruhkan. Yang benar-benar dilarang adalah ketika matahari terbit hingga naik setinggi tombak, ketika matahari tepat di puncak, dan ketika matahari mulai terbenam (mulai menguning) hingga menghilang.

Namun demikian yang dilarang untuk dilakukan pada waktu tersebut bukan semua salat. Tetapi menurut jumhur ulama yang dilarang adalah salat sunnah mutlak (yang tanpa sebab). Sementara salat wajib dan salat qadha bagi salat wajib tetap boleh dilakukan pada waktu tersebut. Jadi boleh melakukan salat wajib atau qadha terhadapnya pada waktu-waktu yang dilarang itu.

Para ulama kemudian berbeda pendapat mengenai salat sunnah yang memiliki sebab seperti Salat Sunnah Thawaf dan Salat Tahiyyatul Masjid. sebagian membolehkan, sebagian lagi memakruhkan. Wallahu a'lam bish-shawab. (syariah_online)

sumber:
http://www.malang-post.com/index.php?option=com_content&view=article&id=25122:hari-jumat-dan-keistimewaan-salat-jumat&catid=61:menureligi&Itemid=88

Tidak ada komentar:

Posting Komentar